Pesawat Berbahan Bakar Serbuk Gergaji, Jerami, dan Batang Jagung

REPUBLIKA.CO.ID,Berani atau tidak, itu masa depan perindustrian mesin-mesin bermotor. Para peneliti dari Universitas Twente, Belanda, menemukan cara baru mengembangkan bahan bakar nabati dalam skala besar, tapi tidak mengorbankan persediaan pangan. Minyak tersebut didapat dari sampah hutan dan pertanian, kemudian diolah kilang penyulingan yang sudah ada saat ini, menjadi bahan bakar bagi mobil dan pesawat terbang.
Di beberapa negara agrikultur seperti Brasil, dan juga Indonesia, para petani memanfaatkan tebu sebagai biodiesel. Ini baik untuk lingkungan hidup dan jadi alternatif manis bagi bahan bakar fosil yang kian mahal.
Hanya saja pemanfaatan berdampak negatif. Produksi melahap sumber-sumber persediaan pangan, dan tak jarang pula mengorbankan hutan tropis.
Namun, ini hebatnya, penemuan Universitas Twente, konon tak punya akibat buruk itu. Mereka cuma pakai ampas. “Kami menggunakan sisa-sisa tumbuhan. Seperti jerami, atau bisa juga serbuk gergaji dan batang jagung. Jadi nggak langsung mengganggu rantai pangan,” ujar Sascha Kersten.
Para peneliti meniru proses alami di dalam kerak bumi, di mana berkat tekanan tinggi dan panas yang luar biasa, mengubah ampas tanaman menjadi bahan bakar. Bedanya metode natural berjalan milyardan tahun, sedangkan ahli Universitas Twente melakukannya dalam hitungan detik.
“Bumi punya berbagai pola mengolah bahan-bahan nabati menjadi minyak bumi, gas bumi serta batu bara, dan perubahan tersebut memakan waktu milyardan tahun. Pengolahan kami membutuhkan waktu beberapa detik saja, mengubah bahan-bahan nabati menjadi minyak bumi, atau minyak yang hampir menyamai mutu minyak bumi,” kata Sascha Kersten.
Dalam sebuah reaktor kedap udara, para ilmuwan memanaskan serbuk gergaji, sampah kayu dan ampas tanaman, sampai 500 derajat. Proses yang dinamakan pirolisis ini, pada akhirnya menghasilkan cairan seperti minyak. Proses pemanasan tertolong oleh pembakaran bahan-bahan nabati tersebut.
Minyak hasil pengolahan bisa langsung digunakan, misalnya, oleh pusat pembangkit listrik. Namun para peneliti tidak berhenti di situ. Mereka mengembangkan teknik di mana, di bawah tekanan tinggi dan pemberian hidrogen, kelebihan oksigen dapat disaring dari minyak. Metode ini cocok dilakukan di berbagai penyulingan minyak yang sudah ada.
Satu-satunya hambatan adalah mahalnya harga hidrogen. Masalah berusaha dipecahkan dengan pembatasan penggunaan zat tersebut. Teknik ini memungkinkan, dalam lima tahun, bahan bakar bio diperoleh di pom bensin. Universitas Twente berharap dalam 10 tahun, seperlima bahan bakar di dunia bisa diambil dari ampas hutan dan sisa-sisa tumbuhan.